Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya.
Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitu kereta Singa Barong. Kereta ini saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Didalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja.
Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506. Ia bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.
Di depan Keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu bernama Alun-alun Sangkala Buana yang merupakan tempat latihan keprajuritan yang diadakan pada hari Sabtu atau istilahnya pada waktu itu adalah Saptonan. Dan di alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan berbagai macam hukuman terhadap setiap rakyat yang melanggar peraturan seperti hukuman cambuk. Di sebelah barat Keraton kasepuhan terdapat Masjid yang cukup megah hasil karya dari para wali yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Sedangkan di sebelah timur alun-alun dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasar -- sekarang adalah pasar kesepuhan yang sangat terkenal dengan pocinya. Model bentuk Keraton yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di sebelah barat dan pasar di sebelah timur dan alun-alun ditengahnya merupakan model-model Keraton pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir. Bahkan sampai sekarang, model ini banyak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota terutama di Jawa yaitu di depan gedung pemerintahan terdapat alun-alun dan di sebelah baratnya terdapat masjid.
Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton Kasepuhan terdapat dua buah pendopo, di sebelah barat disebut Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa Keraton, lurah atau pada zaman sekarang disebut pamong praja. Sedangkan pendopo sebelah timur disebut Pancaniti yang merupakan tempat para perwira keraton ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun.
Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata kokoh disekelilingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Di pelataran depan Siti Inggil terdapat meja batu berbentuk segi empat tempat bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibuat pada tahun 1800-an. Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar bergaya arsitek zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama Gapura Adi sedangkan di sebelah selatan bernama Gapura Banteng. Dibawah Gapura Banteng ini terdapat Candra Sakala dengan tulisan Kuta Bata Tinata Banteng yang jika diartikan adalah tahun 1451.
saka yang merupakan tahun pembuatannya (1451 saka = 1529 M). Tembok bagian utara komplek Siti Inggil masih asli sedangkan sebelah selatan sudah pernah mengalami pemugaran/renovasi. Di dinding tembok kompleks Siti Inggil terdapat piring-piring dan porslen-porslen yang berasal dari Eropa dan negeri Cina dengan tahun pembuatan 1745 M. Di dalam kompleks Siti Inggil terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang memiliki nama dan fungsi tersendiri. Bangunan utama yang terletak di tengah bernama Malang Semirang dengan jumlah tiang utama 6 buah yang melambangkan rukun iman dan jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya berjumlah 20 buah yang melambangkan 20 sifat-sifat Allah SWT. Bangunan ini merupakan tempat sultan melihat latihan keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman. Bangunan di sebelah kiri bangunan utama bernama Pendawa Lima dengan jumlah tiang penyangga 5 buah yang melambangkan rukun islam. Bangunan ini tempat para pengawal pribadi sultan.Bangunan di sebelah kanan bangunan utama bernama Semar Tinandu dengan 2 buah tiang yang melambangkan Dua Kalimat Syahadat. Bangunan ini adalah tempat penasehat Sultan/Penghulu. Di belakang bangunan utama bernama Mande Pangiring yang merupakan tempat para pengiring Sultan, sedangkan bangunan disebelah mande pangiring adalah Mande Karasemen, tempat ini merupakan tempat pengiring tetabuhan/gamelan. Di bangunan inilah sampai sekarang masih digunakan untuk membunyikan Gamelan Sekaten (Gong Sekati), gamelan ini hanya dibunyikan 2 kali dalam setahun yaitu pada saat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain 5 bangunan tanpa dinding terdapat juga semacam tugu batu yang bernama Lingga Yoni yang merupakan lambing dari kesuburan. Lingga berarti laki-laki dan Yoni berarti perempuan. Bangunan ini berasal dari budaya Hindu. Dan di atas tembok sekeliling kompleks Siti Inggil ini terdapat Candi Laras untuk penyelaras dari kompleks Siti Inggil ini.
Kereta Singa Barong Kasepuhan

Kereta Singa Barong Kasepuhan
Kereta Singa Barong merupakan salah satu peninggalan sejarah yang masih ada di musieum keraton Kasepuhan, Konono kereta yang dibuat oleh pengeran Panembahan Losari pada abad ke 14 ini merupakan kendaraan kesultanan keraton kasepuhan termasuk sunan Gunung Jati.
Putra mahkota keraton Kasepuhan PRA Arief Nata Diningrat, kereta singa barong dibuat dengan sempurna, dan dianggap para pemerhati kereta-kereta kerajaan dari Negeri Belanda kereta Singa Barong memiliki keunikan tersendiri.
Keunikan dan keistimewaan yang dimiliki kereta singa barong adalah, tekhnik pembuatan arsitekturnya tidak jauh beda dengan kendaraan modern dimasa sekarang. Misalnya, alat kemudi kereta ini memiliki sistem hidrolik dengan memakai bahan-bahan kayu dan baja.
“Kereta singa barong memiliki suspensi yang sangat nyaman. Hingga pada saat digunakan kereta ini sangat nyaman untuk ditumpangi. Dengan sistem suspensi ini, sultan yang menaiki kereta tidak akan merasakan goncangan saat roda kereta menapaki jalan yang rusak,” papar Arief.
Selain itu lanjut Arief, roda kereta singa barong diciptakan secara stabil yang disesuaikan dengan suspensi yang dimiliki kereta. Roda kereta di buat menonjol keluar dari jari-jari rodanya guna menghindari cipratan air pada saat kereta melaju di jalan basah.
“Kereta ini dianggap para pengamat internasional sebagai kereta milik keraton yang dicipatkan secara sempurna dibanding dengan kereta-kereta milik keraton lain di dunia,” tutur putra mahkota yang juga sebagai anggota DPD RI ini.
Pada masa kesultanan dulu, kereta Singa Barong ditarik dengan empat ekor kerbau putih (Kebo bule). Biasanya, kereta ini dipergunakan kesultanan untuk mengunjungi wilayah-wilayah kekuasaan keraton, dan kerap digunakan sebagai kendaraan kesultanan ke luar daerah.
Namun, saat ini kereta singa barong sudah tidak dipergunakan lagi. Saat ini kereta disimpan di musieum milik keraton. Biasanya, kereta dikeluarkan satu tahun sekali yang bertepatan dengan peringatan 1 syawal yang hanya dikeluarkan untuk dibersihkan saja.
Adapun kereta yang kerap dipergunakan untuk acara-acara festival keraton nusantara adalah kereta singa barong dupilikatnya. Kereta duplikat itu juga, saat ini disimpan satu ruangan dengan kereta singa barong yang aslinya.( tantan sulthon)
Tandu Garuda Mina

Tandu Garuda Mina
Tandu Garuda Mina dibuat pada tahun 1777 di Gempol Palimanan, Tandu Garuda Mina ini berbentuk kepalanya, kepala burung garuda, sedangkan ekornya berbentuk ekor ikan. Ini digambarkan burung garuda ada di atas sedangkan ikan ada di bawah, maksud burung garuda ada diatas ikan ada di bawah, ini mengandung falsafah yaitu, “agar jangan lupa kepada sesama yang ada di bawahnya, maksudnya kalau kehidupan sudah di atas, jangan lupa pada rakyat kecil atau fakir miskin. Tandu Garuda Mina ini fungsinya untuk mengarak anak yang mau dikhitan.
Alat Upacara Mundun Lemah (Tedak Siti)
Sangkar bambu yang berdampingan dengan tangga kecil lima undag yang bersangkar pada kursi, dipakai untuk alat tedak siten atau upacara anak berumur 7 bulan mulai turun ke tanah pentasannya. Peralatan itu peninggalan Sultan Sepuh ke X tahun 1899 Masehi. Di dinding tembok sebelah timur terdapat lukisan pigura kayu, makhluk Prabangsa dua berhadapan wujud badannya kombinasi ciptaan Panembahan pakungwatu ke I. Dikala Ia meliahat awan bergumpalan putih di langit menyerupai makhluk ajaib, lalu digoreskan pada tanah dan teringat pada awan pikirannya, selanjutnya dipigurakan.
meriam berkepala naga
Di ruang pintu tengah terdapat dua buah meriam sinaga dari Monggolia dan dua meriam dari Kalingga Hindia yang dibawa Patih Keling, yang di Islamkan oleh sunan Gunung Jati, pada tahun 1423 Masehi, Patih Keling bersama anak kapalnya mulai mengabdi pada Sunan Gunung Jati, bahkan sampai sekarang Makam tersebut dijaga oleh keturunan Patih Keling.
Lukisan perabu siliwangi
Lukisan perabu siliwangi
Lukisan Prabu Siliwiangi, yang dibuat oleh seorang pelukis yang konon bisa melihat sosok Prabu Siliwangi melalui cara mistik. Keunikan lukisan ini adalah selain mata selalu melihat ke pengunjung, telapak kaki juga selalu mengarah ke pengunjung di mana pun pengunjung berdiri.
Koleksi keris kuno yang disimpan di Museum Kereta Singa Barong Keraton Kasepuhan. Sayang sekali bahwa kondisi Museum Kereta Singa Barong, serta benda-benda koleksi di dalamnya, tidak jauh berbeda dengan kondisi di Museum Benda Kuno. Kedua museum ini sudah memerlukan perbaikan dan perawatan yang memadai, serta penataan benda-benda koleksi secara lebih baik.

